Dokter di Australia memperkirakan usia Anjarwati tersisa 6 bulan. Hingga kini ia segar-bugar.
Sang kakak bergegas melarikan Anjarwati yang sesak napas dan nyeri di
dada sebelah kiri ke klinik terdekat di Melbourne, Australia. Perawat
yang memeriksa menemukan benjolan sebesar kelereng di ketiak sebelah
kiri. “Itu membuat saya merasa nyeri setiap kali menggerakkan tangan
kiri,” ucap Anjarwati. Saat ditekan, puting payudara Anjarwati tidak
kembali ke posisi semula. “Puting tersebut melesak ke dalam,” kata ibu 2
anak itu.
Puting itu pun mengeluarkan cairan encer berwarna putih kekuningan
dan menyebarkan bau anyir. Hasil pemeriksaan dan pemindaian menyebutkan
Anjarwati mengidap kanker payudara stadium 4. “Penyakit ini sudah parah
sekali. Hanya bisa disembuhkan dengan melakukan operasi dan kemoterapi,”
tutur Anjarwati mengulang ucapan dokter yang memeriksa pada September
2009.
Tolak operasi
Menurut Instiut Kanker Nasional di Amerika Serikat kanker payudara
berawal dari sel di payudara. Sel normal di mahkota kedua perempuan itu
tumbuh dan membentuk sel baru sesuai kebutuhan. Saat sel normal menua
atau rusak, sel baru akan menggantikan. Kadang-kadang proses itu tidak
berjalan normal. Sel baru terus terbentuk tak terkendali membentuk
tumor. Tumor di payudara terbagi dua: benign (bukan kanker) dan malignan
(kanker).
Penyebab kanker payudara belum diketahui pasti. Namun, berdasarkan
penelitian ada beberapa faktor risiko yang terungkap. “Umur lebih dari
40 tahun, menstruasi datang di bawah umur 12 tahun, ibu atau saudara
dari ibu juga menderita kanker payudara, tidak menyusui, dan menikah
pada usia lebih dari 35 tahun,” tutur dr Bahar Azwar SpB k Onk FICS,
ahli kanker dari Rumahsakit Muhammadiyah Bandung.
Menurut dokter bedah onkologi itu kanker payudara terbagi menjadi 4
tingkat berdasarkan klasifikasi klinik atau luas penyakit dan tingkat
keganasan. Pada stadium 1 atau 2 kanker masih terlokalisasi di payudara.
Jika kanker menyebar ke ketiak berarti sudah masuk stadium 3. Sementara
stadium 4 menunjukkan kanker menjalar ke organ tubuh lain seperti paru,
hati, tulang, dan otak.
Anjarwati enggan menuruti saran dokter itu untuk menjalani operasi.
Sebab, “Tidak ada jaminan sembuh setelah melakukan operasi dan
kemoterapi,” kata Anjarwati. Selain itu, ia juga mendapat informasi
bahwa kemoterapi itu menyakitkan hingga membuat rambut rontok. Anjarwati
hanya patuh pada nasehat dokter untuk mengonsumsi obat dan menghindari
konsumsi daging merah, makanan siap saji, minuman bersoda, dan makanan
yang mengandung penyedap rasa Sebelum dokter mendiagnosis kanker
payudara, Anjarwati kerap mengonsumsi steak daging merah. “Saya
mengonsumsi daging merah untuk menghangatkan badan,” kata Anjarwati,
terutama jika musim dingin melanda Australia. Makanan siap saji dan
minuman bersoda pun menjadi menu harian Anjarwati. Sebab waktunya banyak
tersita pada pekerjaan. Selain menjaga toko elektronik, ia pun mengurus
keperluan kemenakannya.
Metastasis
Setelah pulang dari klinik, Anjarwati disiplin mengonsumsi 10 macam
obat. Namun, ibarat pepatah jauh panggang dari api, kesembuhan yang
diharapkan tak kunjung datang. “Demam saya masih tinggi dan nyeri pun
masih terasa,” ujar perempuan 39 tahun itu. Dua pekan berselang ia
kembali memeriksakan diri ke dokter yang sama. Hasil pemeriksaan membuat
Anjarwati semakin terpuruk.
Bukannya membaik, kondisi Anjarwati semakin memburuk. Berdasarkan
pemeriksaan dokter stadium kanker meningkat menjadi 4B. “Saya merasa
sangat syok,” ujar istri Basuki Sutanto itu. Dengan kondisi kanker
seperti itu, dokter mengatakan bahwa umur Anjarwati hanya 3 bulan,
paling lama 6 bulan. Menurut dr Bahar kondisi seperti itu tidak dapat
disembuhkan. Sebab, “Kanker payudara sudah menjalar ke alat tubuh lain,”
ujar dokter yang hobi menyanyi itu.
Saat itu Anjarwati langsung teringat keluarganya di Indonesia. Dengan
berat hati sang kakak merelakan Anjarwati pulang ke tanahair pada akhir
November 2009. Awalnya ia merahasiakan penyakit mematikan itu dari
suami dan anggota keluarga lainnya. “Saya tidak ingin membebani mereka,”
kata wanita kelahiran April 1973 itu.
Anjarwati melalui hari-hari yang sangat berat. Ia tidak bisa
membaringkan tubuhnya lagi karena nyeri. Itu sebabnya Anjarwati tidak
bisa tidur nyenyak. Untuk menu harian ia mengonsumsi sayuran organik
rebus sesuai saran dokter. Bahkan, Anjarwati menanam sayuran organik
sendiri di halaman rumah. Kebetulan sang suami juga gemar menanam
sekaligus distributor pupuk organik.
Saat di rumah itulah Anjarwati mengenal beras hitam. Sang suami
kadang-kadang menyajikan seduhan beras hitam. “Suami saya bilang beras
hitam bagus untuk kesehatan,” kata Anjarwati. Ia mengonsumsi beras hitam
2 kali sehari pada pagi dan sore. Anjarwati menyeduh 170 g serbuk beras
hitam dalam 500 ml air mendidih, mengaduk agar merata, dan meminumnya
ketika seduhan hangat.
Riset sahih
Selama konsumsi seduhan serbuk beras hitam, Anjarwati tetap
mengonsumsi obat resep dokter. Tiga bulan berikutnya ia merasakan
perubahan positif. Benjolan di ketiak menghilang sehingga Anjarwati
dapat menggerakkan tangan kirinya. Sesak napas pun berangsur hilang.
Oleh karena itu ia bisa tidur telentang lagi. Singkat kata semua gejala
kanker payudara hilang. Namun, ia belum memeriksakan diri untuk
memastikan sirnanya sel maut itu.
Beras hitam manjur mengatasi sel kanker? Hasil riset Pei-Ni Chen dan
rekan dari Departement Ilmu Pangan, Central Taiwan University of Science
and Technology, membuktikan antosianin beras hitam mampu mencegah
terjadinya metastasis pada sel kanker. Penelitian ilmiah yang tercantum
dalam jurnal “Chemico Biological Interactions” itu membuktikan
3-glukosida peonidin dan sianidin 3-glukosida dalam beras hitam berefek
antimetastasis terhadap sel SKHep-1 atau sel kanker hati.
Menurut herbalis di Kota Batu, Jawa Timur, Wahyu Suprapto, beras
hitam mengandung betakaroten yang berperan sebagai antioksidan. Salah
satu penyebab kanker karena serangan radikal bebas pada sel tubuh.
Akibatnya sel tubuh tumbuh cepat tak terkendali. Antioksidan bertugas
meredam radikal bebas sehingga pertumbuhan sel dapat terkendali.